Sunday, November 16, 2008

Mengapa kita membaca AlQuran (with English Version)


Mengapa kita membaca AlQuran meskipun kita tidak mengerti satupun artinya

Ini suatu cerita yang indah :

Seorang Muslim tua Amerika bertahan hidup di suatu perkebunan di suatu pegunungan sebelah timur Negara bagian Kentucky dengan cucu lelakinya yg masih muda. Setiap pagi Kakek bangun lebih awal dan membaca Quran di meja makan di dapurnya.

Cucu lelaki nya ingin sekali menjadi seperti kakeknya dan mencoba untuk menirunya dalam cara apapun semampunya. Suatu hari sang cucu nya bertanya, " Kakek! Aku mencoba untuk membaca Qur'An seperti yang kamu lakukan tetapi aku tidak memahaminya, dan apa yang aku pahami aku lupakan secepat aku menutup buku. Apa sih kebaikan dari membaca Qur'An?

Dengan tenang sang Kakek dengan meletakkan batubara di tungku pemanas sambil berkata, " Bawa keranjang batubara ini ke sungai dan bawa kemari lagi penuhi dengan air."
Maka sang cucu melakukan seperti yang diperintahkan kakek, tetapi semua air habis menetes sebelum tiba di depan rumahnya.

Kakek tertawa dan berkata, "Lain kali kamu harus melakukukannya lebih cepat lagi," Maka ia menyuruh cucunya kembali ke sungai dengan keranjang tsb untuk dicoba lagi. Sang cucu berlari lebih cepat, tetapi tetap, lagi2 keranjangnya kosong sebelum ia tiba di depan rumah.

Dengan terengah-engah, ia berkata kepada kakek nya bahwa mustahil membawa air dari sungai dengan keranjang yang sudah bolong , maka sang cucu mengambil ember sebagai gantinya.

Sang kakek berkata, " Aku tidak mau satu ember air ; aku hanya mau satu keranjang air.

Ayolah, usaha kamu kurang cukup," maka sang kakek pergi ke luar pintu untuk mengamati usaha cucu laki-lakinya itu. Cucu nya yakin sekali bahwa hal itu mustahil, tetapi ia tetap ingin menunjukkan kepada kakek nya, biar sekalipun ia berlari secepat-cepatnya, air tetap akan bocor keluar sebelum ia sampai ke rumah.

Sekali lagi sang cucu mengambil air ke dalam sungai dan berlari sekuat
tenaga menghampiri kakek, tetapi ketika ia sampai didepan kakek keranjang sudah kosong lagi. Sambil terengah-engah ia berkata, " Lihat Kek, percuma!" " Jadi kamu pikir percuma?"

Kakek berkata, " Lihatlah keranjangnya. " Sang cucu menurut, melihat ke dalam keranjangnya dan untuk pertama kalinya menyadari bahwa keranjang itu sekarang berbeda. Keranjang itu telah berubah dari keranjang batubara yang tua kotor dan kini bersih, luar dalam. "

"Cucuku, hal itulah yang terjadi ketika kamu membaca Qur'An. Kamu tidak bisa memahami atau ingat segalanya, tetapi ketika kamu membaca nya lagi, kamu akan berubah, didalam dan diluar dirimu .

Jika kamu merasa email ini patut dibaca, maka lanjutkanlah ke
teman-temanmu. Seperti sabda Nabi Muhammad( SAW) :
" Bagi siapa saja yang membawa kebaikan maka akan mendapat ganjaran yang sama "

Rasulullah SAW bersabda:
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya,
sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak.
Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA).
=======================================================

Why do we read Quraan, even if we can't understand a single Arabic word ?

This is a beautiful story :

An old American Muslim lived on a farm in the mountains of eastern
Kentucky with his young grandson. Each morning Grandpa wake-up early--sit at the kitchen table reading his Quran.
His grandson wanted to be just like him and tried to imitate him in every
way he could. One day the grandson asked, "Grandpa! I try to read the
Qur'an just like you but I don't understand it, and what I do understand I
forget as soon as I close the book. What good does reading the Qur'an do?"
The Grandfather quietly turned from putting coal in the stove and replied,
"Take this coal basket down to the river and bring me back a basket of
water."

The boy did as he was told, but all the water leaked out before he got
back to the house.

The grandfather laughed and said, "You'll have to move a little faster
next time," and sent him back to the river with the basket to try again.
This time the boy ran faster, but again the bas ket was empty before he
returned home.

Out of breath, he told his grandfather that it was impossible to carry
water in a basket, and he went to get a bucket instead. The old man said,
"I don't want a bucket of water; I want a basket of water.

You're just not trying hard enough," and he went out the door to watch the boy try again. At this point, the boy knew it was impossible, but he wanted to show his grandfather that even if he ran as fast as he could,
the water would Leak out before he got back to the house.

The boy again dipped the basket into river and ran hard, but when he
reached his grandfather the basket was again empty. Out of breathe, he
said, "See Grandpa, it's useless!" "So you think it is useless?"

The old man said, "Look at the basket." The boy looked at the basket and for the first time realized that the basket was different. It had been
transformed from a dirty old coal basket and was now clean, inside and out.

"Son, that's what happens when you read the Qur'an. You mi ght not
understand or remember everything, but when you read it, you will be
changed, inside and out. That is the work of Allah in our lives.

" If you feel this email is worth reading, please forward to your
contacts/friends. Prophet Muhammad ( p.b.u.h) says: "The one who guides to good will be rewarded equally"

Monday, November 10, 2008

Discover Channel I Love The World



I like this add...

Song: Boom-De-Yada [Discovery Channel] composed by John Nau composed by Andrew Feltenstein

Lyrics used in the commercial

I love the mountains
I love the clear blue skies
I love big bridges
I love when great whites fly
I love the whole world [Les Stroud]
And all its sights and sounds
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da
I love the oceans
I love real dirty things [Mike Rowe]
I love to go fast
I love Egyptian kings
I love the whole world
And all its craziness
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da [Richard Machowicz]
I love tornadoes [Joshua Wurman]
I love arachnids [Bear Grylls]
I love hot magma
I love the giant squids
I love the whole world
It's such a brilliant place
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da [Jamie Hyneman and Adam Savage]
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da [Stephen Hawking]
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da
Boom-dee-ah-da, boom-dee-ah-da

Description
In outer space, two astronauts look at the earth. "It never gets old, huh." "Nope." "It kinda makes you wanna..." "Break into song?" "Yep."

As they start to sing, people from all over sing different lines, the different people representing Discovery Channel shows.

Cast
* Les Stroud ... Himself, Host Survivorman
* Mike Rowe ... Himself, Host Dirty Jobs
* Richard Machowicz ... Himself, Host FutureWeapons
* Joshua Wurman ... Himself, Storm Chasers
* Bear Grylls ... Himself, Host Man Vs. Wild
* Jamie Hyneman ... Himself, Host MythBusters
* Adam Savage ... Himself, Host MythBusters
* Stephen Hawking ... Himself

Wednesday, November 5, 2008

Quantum of Solace - 007


Quantum of Solace (QoS) jelas-jelas lanjutan dari film sebelumnya, Casino Royale (CR). jadi jangan coba-coba menonton QoS tanpa menonton CR, karena akan bingung dengan munculnya beberapa tokoh terdahulu.

Untuk cerita, terus terang gw gak puas karena walaupun sang penjahat akhirnya harus menanggung akibat kejahatannya dan dendam pribadi Bond akhirnya terbalaskan, tetap saja seperti ada yang menggantung di akhir film. Well mungkin karena memang ada rencana untuk membuat sekuel berikutnya...

Untuk villain alias penjahat; Dominic Greene masih kurang kuat karakter sebagai penjahat sehingga gw merasakan greget yang kurang sebagai lawan tanding Bond. Sedangkan untuk urusan perempuan,..mmm..gak heran, Bond gitu loh pasti ada adegan kemesraan..tapi tidak sebanyak seperti CR karena sekali lagi inti cerita adalah balas dendam Bond terhadap kematian Vesper.
Dan untuk urusan gadget, bisa dibilang QoS sangat minim senjata canggih (dan menyebabkan beberapa teman kecewa)..tapi ya logika aja,..Bond yang usaha-nya sempat dihentikan oleh M (penghentian suplai senjata dan pemblokiran kartu kredit) harus menggunakan senjata seminim mungkin
Bond di QoS bisa dibilang setara dengan Jason Bourne--hanya bermodalkan senapan minim dan kharisma...

Satu yang jadi ganjelan,...kenapa di QoS, ciri khas Bond gak keluar yah...yang itu tuh.."My name is Bond... James Bond.."

Tapi untuk film penutup akhir tahun, Quantum of Siolace is the best movie...

Tuesday, October 28, 2008

Europe on Screen-MUTLULUK


Category: Movies
Genre: Drama
MUTLULUK/HAPPINESS (BLISS)

Turkey  2007  Drama  126 Min  Turkish  English subtitles

Director: Abdullah Oğuz
Cast: Özgü Namal,Talat Bulut, Murat Han, Mustafa Azkıran

When a young woman named Meryem (Özgü Namal) is raped, her village custom requires that she be killed in order for the dishonour to be expunged from her family. A young man named Cemal (Murat Han), the son of the village leader, is given the task but at the last moment he has doubts. The pair go on the run, followed close behind by local thugs intent on killing the girl. Luckily enough, Cemal and Meryem meet up with a charismatic man named Irfan, an ex-university professor who is embarking on a sailing trip, and needs a crew. Seems Irfan is running away too--in his case from a dead marriage and an empty life. Together this unlikely trio set forth on a voyage that will change all of their lives.
==========================================================
MY SYNOPSIS & REVIEW:
Seorang gembala tua menemukan seorang gadis yang pingsan dengan pakaian yg sobek & acak2xan di tepi danau. Ternyata dia adalah Meryem, anak perempuan Tahsin di desa pedalaman Turki. Sesuai adat dan kebiasaan setempat, perempuan yang belum menikah-apabila sudah berzina (tak peduli jika dia adalah korban perkosaan)--maka harus bunuh diri atau dibunuh.
Meryem yang mengalami trauma dan amnesia tidak dapat menyebutkan siapa yang telah memperkosa-nya, didesak oleh ibu tirinya sendiri untuk bunuh diri agar tidak memalukan pihak keluarga tetapi Meryem menolak. Tahsin, sang ayah pun tidak dapat membela anaknya dan menyerahkan keputusan kepada pemimpin desa, Ali Riza--yang memutuskan mengirim Meryem ke Istanbul, didampingi anaknya yang baru pulang dari dinas militer; Cemal. Cemal pun di"titipi" tugas oleh Ali Riza untuk membunuh Meryem sesampainya di Istanbul.
Sepanjang perjalanan, Meryem dan Cemal seperti membangun "chemistry" tersendiri sehingga Cemal-pun tak sampai hati untuk membunuh Meryem, bahkan saat dia menodongkan senapan-nya ke arah Meryem untuk melompat dari jembatan-pun Cemal tak tega sehingga akhirnya mereka berdua memutuskan untuk tidak kembali ke desa, melanglang buana tanpa arah tujuan sehingga bertemu denga Irfan.
Irfan, seorang professor terkenal yang "lari" dari kehidupan mewahnya dengan berlayar sepanjang laut Aegea. Beliau mengajak Cemal dan Meryem menjadi kru kapalnya dan hubunganpun terjalin antara Irfan, Meryem dan Cemal.
Irfan yang melihat kebaikan hati dan kepolosan seorang gadis lugu--mendekati Meryem seperti anak sendiri, tetapi Cemal yang mulai jatuh hati pada Meryem tidak terima perlakuan Irfan terhadap Meryem dan mengamuk. Meryem-lah yang meredakan amarah Cemal dan Irfan membuka mata Cemal agar bisa lebih terbuka tentang perasaannya terhadap Meryem.
Dilain pihak, Ali Riza mengutus 2 anak buahnya untuk mencari Cemal dan Meryem--yang tentu saja berisi perintah untuk membunuh Meryem dan membawa pulang Cemal. Naas tak dapat ditolak--Meryem pun ditemukan dan dibawa paksa oleh 2 pesuruh tersebut. Meryem tidak mau menyerah dan lari untuk menyelamatkan dirinya. Beruntunglah Irfan dan Cemal datang pada saat yang tepat untuk menolong Meryem. Pada momen tersebut, ingatan Meryem pun kembali ke peristiwa buruk menimpa dirinya dan Cemal hanya bisa terpana saat mengetahui siapa yang memperkosa Meryem dengan brutal.

Film ini diangkat dari novel terkenal dengan judul Mutluluk karya Zülfü Livaneli dan berhasil meraih banyak penghargaan di beberapa festival film, antara lain Antalya Golden Orange Film Festival 2007 untuk Best Actor, Best Actress, Best Music, Best make up, Best Sound -- Kerala International Film Festival 2007 untuk Special Jury Prize -- Montpellier Mediterranean Film Festival 2007 dan nominasi di beberapa festival lainnya seperti Montréal World Film Festival dan Istanbul International Film Festival.
Anehnya, Zülfü Livaneli sebagai sang penulis novel tidak berperan dalam penulisan naskah, tetapi beliau hanya menata musik yang jelas sangat indah, seindah pemandangan yang berhasil ditangkap oleh layar kamera.
Film ini jelas menngangkat perjuangan seorang gadis untuk bertahan dengan hidupnya walau seburuk apapun kejadian yang menimpa dirinya. Film ini juga mengetengahkan konflik antara tradisi budaya dan kehidupan modern, antara gaya hidup pedesaan dan perkotaan, benturan budaya Asia dan Barat.
Yang pasti, selain enjoy dengan ceritanya, gw sampai berdecak kagum dengan pemandangan indah sepanjang film....
Great movie...

Monday, October 27, 2008

EN LA CIUDAD SIN LÍMITES


EN LA CIUDAD SIN LÍMITES (THE CITY WITHOUT LIMITS)

Spain  2002  Drama  125 Min  Spanish and French  English subtitles
Director: Antonio Hernández

Cast: Leonardo Sbaraglia, Fernando Fernán Gómez, Geraldine Chaplin, Ana Fernández

A young man, Victor, arrives in Paris, where all his family is gathered around the father, Max, who is sick in hospital, but behaves in a strange way, obsessed that he has to escape from the hospital, and scared of those who take care of him. Most of the family believes he has gone crazy and are only interested about the inheritance, but Victor wants to have answers to his father’s behaviour and starts to uncover the past.
=======================================================
Seorang anak muda, Victor, tiba di Paris di mana seluruh anggota keluarganya berkumpul menunggu sang ayah, Max, yang sakit di rumah sakit. Max berlaku aneh. Dia terobsesi untuk kabur dari rumah sakit dan selalu ketakutan dengan orang-orang yang merawatnya. Sebagian besar keluarganya percaya bahwa Max gila. Mereka memang hanya tertarik dengan warisan Max, tetapi Victor ingin menemukan jawaban atas tingkah aneh ayahnya dan ia mulai membuka sebuah rahasia masa lalu.

My Review:
Film yang mendapatkan penghargaan Best Screenplay & Best Supporting Actress di Goya Award 2003 ini pada mulanya berjalan pelan dan agak santai dan sedikit misteri. Pertemuan Victor dengan keluarganya di Paris bukan hanya sekedar reuni keluarga biasa tetapi juga usaha untuk menyemangati Maxsang ayah yang sedang sakit parah.
Seperti hal-nya film-film spanyol yang agak berbau "telenovela", film ini pun demikian, mencoba mengungkap hubungan keluarga dan 3 saudara yang pada dasarnya tidak mempunyai hubungan yang dekat, Keluarga ini bisa dikatakan tipikal keluarga kaya yang hancur-hancuran, berebut harta warisan--padahal sang pewaris masih hidup, perselingkuhan (bahkan dengan kakak ipar sendiri) dan keegoisan masing-masing individu.
Max yang sakit--menolak untuk dirawat di rumah sakit dan meminta pertolongan pada putra bungsunya, Victor untuk menolong dirinya keluar dari RS dan mencari pria bernama Rancel.Victor yang masih ragu mulai bertanya kepada sang ibu--siapakah Rancel.Ia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan mulai menyelidiki sendiri. Keterbatasan Victor berbahasa Perancis-mau tidak mau-membuat dirinya bergantung kepada bantuan sang kakak ipar, Pilar dan kedekatan tersebut membuat affair pun terjadi antara Victor dan Pilar--walaupun akhirnya Victor harus melepaskan Pilar demi keutuhan keluarganya.
Pencarian Victor pun tak sia-sia, ia bertemu dengan Rancel--pria misterius yang selalu dicari sang ayah.Masa lalupun akhirnya terbongkar--dan sungguh Victor terkejut saat mengetahui pengakuan Rancel yang ternyata kekasih Max saat masih tergabung di partai komunis dan telah dijebak oleh Marie-sang ibu sehingga mereka terpisah oleh jarak dan waktu.

Pada awal, mungkin kita akan mengira ini merupakan film drama misteri thriller karena ada scene awal yang 'menyesatkan'..tetapi pada akhirnya ini hanyalah film drama misteri yang memasukkan konflik-konflik keluarga dan akhir yang cukup menyedihkan.
Pemandangan yang disajikan cukup menyenangkan, tetapi score musik jangan ditanya karena ada beberapa yang terdengar 'ajaib" ditelinga.

Film ini memuat isu yang cukup kuat dan momen dramatik tapi jangan terjebak. Ini bukan film tentang prasangka dan pendapat orang terhadap isu-isu ternetu--tetapi hanyalah menggambarkan bagaimana orang berpikir dan mengambil keputusan yang dapat berakibat fatal di hari depan...

Europe on Screen-Alice


ALICE
Portugal  2005  Drama  102 Min  Portuguese  English subtitles
Director: Marco Martins

Cast: Nuno Lopes, Beatriz Batarda, Miguel Guilherme

193 days have passed since Alice was seen for the last time. Every day Mário, her father, leaves home to repeat exactly the same steps he took on the day Alice disappeared. Obsessed with tracking her down he installs several video cameras to record the movement on the streets. In the middle of all those faces, of that anonymous crowd, Mário seeks a clue, a trace, a sign…
The shattering grief caused by Alice's absence turned Mário and his wife, Luísa, into different persons but this wilful and tragic quest is perhaps the only way he has to believe that one day Alice will reappear.
==========================================================
193 hari telah berlalu setelah Alice terakhir kali terlihat. Setiap hari, Mário, ayah Alice, keluar dari rumah untuk mengulangi perjalanan yang sama seperti yang ia lakukan di hari Alice menghilang. Terobsesi untuk melacak kepergiannya, ia memasang beberapa kamera video untuk merekam jejak gerakan di jalan-jalan. Di tengah seluruh wajah yang terekam, di antara massa yang tak dikenal, Mário melihat sebuah pertanda, isyarat, jejak...

My Review:
Film yang berdurasi cukup panjang ini untuk beberapa orang termasuk lumayan melelahkan, termasuk gw --- karena benar-benar memancing emosi penonton untuk merasakan kepedihan Mario dan Luisa atas kehilangan putri mereka, Alice.
Pada awal film diperlihatkan usaha dan daya upaya Mario untuk menyebarkan pamflet "Missing Child" ke tempat-tempat umum di keramaian kota; dinginya udara dan ketekunan Mario mengganti kaset-kaset kamera video berjumlah 11 kamera yang dipasang di beberapa tempat.

Ditengah-tengah film--mendadak flashback--ke waktu hilangnya Alice (kalau tidak konsen, bakal bingung akan konsep flashback ini) ; kepanikan Luisa dan kebingunan Mario di kantor polisi. Mario yang kebingungan akhirnya mendapat ide untuk mencari jejak sang anak--saat melihat kamera video disebuah toko elektronik. Ia percaya, Alice (dengan jaket biru-nya) suatu hari akan "tertangkap" oleh kamera video-nya.
Setiap usaha yang dilakukan Mario selalu dilakukan rutin setiap hari, mendatangi sekolah Alice, ke stasiun kereta, mengganti kaset kamera video, membagikan pamflet hingga menonton hasil rekaman video tiap malamnya.
Akhirnya suatu hari Mario menemukan titik terang dan mulai mengikuti seorang anak kecil berjaket biru yang berjalan dengan seorang wanita.
Betapa menyedihkan saat Mario hanya terduduk terpana karena ternyata sang anak kecil bukanlah putrinya Alice dan dia mulai merasakan titik jenuh yang teramat menyesakkan hingga Mario-pun memutuskan pencariannya dan menyerah pada keadaan yang ada...
Gw sempat bergumam, "Jangan-jangan, disaat dia pasrah--anaknya justru muncul..." dan Yes! Tebakan gw ternyata bener. Seorang anak kecil berjaket abu-abu dengan rambut yang dipotong pendek--digandeng seorang wanita--hanya bisa menatap Mario dengan mata yang kebingungan. Ah damn, Mario! Where's your father's instinct? Mario yang pada saat itu memakai topi kupluk sempat terpaku sejenak...seperti ada sesuatu yang membuat dia memalingkan kepala--tapi akhirnya dia kembali berjalan...Hanya berharap, suatu hari Alice kembali kepadanya...

Film yang mendapat banyak penghargaan ini antara lain Jeunes Regards and Director's Fortnight Best Picture Award; Cannes Film Festival 2005--Best Director, Best Filmography and FIPRESCI prize; Mar del plata Film Festival 2006--Shooting tar Award; Berlin Film Festival 2006 merupakan film yang cukup menantang untuk ditonton, karena selain score musik yang sangat sedikit, dialog pun bisa dihitung dengan jari karena lebih fokus ke mimik dan gerakan2x sang aktor.
Inti dari film ini gw dapat--walaupun sampai pada titik jenuh--jangan sampai hilang harapan untuk tetap berusaha mencari dan kepasrahan kepada Tuhan akan membuahkan hasil yang indah...

Monday, October 13, 2008

Nonton gratis Diana Krall




Tanggal 5 Oktober kemaren, gw janjian sama Dian di Plangi--sekedar bersilahturahmi dan biasa, ngobrol ngalor ngidul.
Jalanan yang lancar (suasana lebaran gitu loh) membuat kita bersantai-santai hingga malam tiba. Gw sempet mengigatkan Dian yang sangat suka dengan Diana Krall bahwa dia konser sekarang..apalah daya, Dian gak bisa nonton karena harga tiketnya yang mahal.
Memang udah rejeki, gak lama setelah ngobrol tentag Diana Krall, temen Dian nelpon dan menawarkan tiket gratisan nonton Diana Krall. Dia gak bisa nonton karena sakit. OMG!!! Gw langsung terbelalak sedangkan Dian jumpalitan kesenangan gak terkira. Panjang umur banget, lagi ngobrolin tentang konsernya--tau2x dapat tawaran nonton konsernya.

Gw sih terus terang gak begitu nge-fans dengan Diana Krall, hanya 1-2 lagu yang kenal,...The Look & It's Wonderful. Lainnya gak bgitu ngeh, palagi Diana Krall suka membawakan lagu2x jazz yang super jadul-nya Nat King Cole. Tapi berhubung di rumah juga mo ngapain, gw akhirnya menemani Dian nonton konsernya,..gratis ini lah...

Jam 19.00 kita langsung menuju Ritz Carlton (Ball room), tempat konser diadakan dan gileee aje, antriannya puanjang...Mmm..untung aja gw pake baju "agak" sedikit rapi, jadi gak keder sama penonton lain yang gaya dandanannya yg super rapi....
Sayang banget, gw yg biasa bawa dijikem kemana-mana, hari itu lupa bawa dan gak bisa jepret deh. Hanya pake HP kamera yg minim dan itu pun hasilnya...heheh bisa dilihat deh

Pertunjukannya mulai jam 8.15 (agak tela 15 menit) tapi takjub juga karena harga tiket yang paling murah 500rb (paling mahal 1,5 juta kyknya) sepertinya habis terjual.
Permainan Diana Krall sangat apik, bagus walopun gw sempat terkantuk-kantuk karena ruangannya amatttt dingin dan kelaparam..(siyal)

Sekitar 21.25 pun konser selesai,..seperti biasa penonton minta lagu tambahan (tanpa ada teriakan we want more..hanya tepukan yang membahana ke seluruh ruangan tanpa henti) Diana dan rekan2xnya kembali tampil dengan 3 lagu dan benar-benar menyelesaikan konsernya skitar jam 21.50.

Well..untuk konser jazz tunggal, konser Diana Krall ini bisa dibilang sukses....

Wednesday, August 27, 2008



Walau buku ini telah lama terbit (2005), tapi gw baru tergerak untuk membelinya (dalam versi bahasa Inggris) pertengahan bulan ini. Antusisme dari beberapa teman nmilis yang memuji-muji novel ini membuat gw makin penasaran dengan detail ceritanya, walaupun ada beberapa yang merasa muak dan menanggap plot cerita amat bertele-tele.
Seri 1 buku ini, yaitu Twilight berhasil gw "lalap" hanya dalam waktu 3 hari, itupun tidak full seharian karena gw membaca buku dengan leluasa saat berangkat dan pulang kantor (sekitar 3-4 jam perjalanan bolak-balik). Jadi bisa dihitung barapa lama buku ini bisa dihabiskan jika punya waktu seharian, mungkin hanya setangah haripun bisa tuntas.

Kesan pertama dari buku ini,..gak jelek-jelek amat walopun gw mulai merasa boring di beberapa bagian dan bikin ngantuk. Aapalagi ada beberapa bagian sangat berasa "chessy" dan roman picisan banget..hehehe
terlanjur langsung beli 3 buku, ortomatis gw harus "melanjutkan perjuangan untuk membaca buku ini

It was a teenage story about a young girl named Bella met a young man; Edward who happened to be a vampire, they fallen in love and faced many obstacles in their relationships.

In my humble opinion, the story is quite good although some part of the book is long-winded that made me a little bored and sleepy ;p

I can't wait to see the movie in next November...just curious

So,..my next book to read is New moon,..second book of Twilight Saga

Berikut ini sinopsis-nya (yang gw ambil dari goodreads.com)
"Softly he brushed my cheek, then held my face between his marble hands. 'Be very still,' he whispered, as if I wasn't already frozen. Slowly, never moving his eyes from mine, he leaned toward me. Then abruptly, but very gently, he rested his cold cheek against the hollow at the base of my throat."

As Shakespeare knew, love burns high when thwarted by obstacles. In Twilight, an exquisite fantasy by Stephenie Meyer, readers discover a pair of lovers who are supremely star-crossed. Bella adores beautiful Edward, and he returns her love. But Edward is having a hard time controlling the blood lust she arouses in him, because--he's a vampire. At any moment, the intensity of their passion could drive him to kill her, and he agonizes over the danger. But Bella would rather be dead than part from Edward, so she risks her life to stay near him, and the novel burns with the erotic tension of their dangerous and necessarily chaste relationship.

Meyer has achieved quite a feat by making this scenario completely human and believable. She begins with a familiar YA premise (the new kid in school), and lulls us into thinking this will be just another realistic young adult novel. Bella has come to the small town of Forks on the gloomy Olympic Peninsula to be with her father. At school, she wonders about a group of five remarkably beautiful teens, who sit together in the cafeteria but never eat. As she grows to know, and then love, Edward, she learns their secret. They are all rescued vampires, part of a family headed by saintly Carlisle, who has inspired them to renounce human prey. For Edward's sake they welcome Bella, but when a roving group of tracker vampires fixates on her, the family is drawn into a desperate pursuit to protect the fragile human in their midst. The precision and delicacy of Meyer's writing lifts this wonderful novel beyond the limitations of the horror genre to a place among the best of YA fiction.

Wednesday, July 16, 2008

Wanted for Avoy


Sebenarnya untuk cerita termasuk yang biasa aja dan ditambahin efek disana-sini, film "Wanted" menjadi film yang seru dan menyenangkan. Lebih menyenangkan lagi karena salah satu aktor yang gw demen saat ini, James McAvoy, maen jadi bintang utamanya

Pas baca berita di milis siang ini..wuahhh...makin seneng aja. Ini cuplikan beritanya:
==================================
Wanted 2 Already in the Works
Source: Variety
July 15, 2008


Variety says that Universal Pictures has reupped Wanted producer Marc Platt for five years, keeping Marc Platt Productions on the lot through late 2012.

The deal comes as Platt begins work on Wanted 2 with director Timur Bekmambetov and writers Michael Brandt and Derek Haas.

For Wanted 2, Platt acknowledged that the creative team is still working on the challenge of continuing the story after most of the principal characters ended the original in no position for an encore. But the film was designed as a potential franchise, Universal production president Donna Langley said. The intention is to get James McAvoy back.

"The writers are at work already, and those creative discussions are taking place," said Platt, who is producing once again with Jim Lemley.

That duo also is teamed with Bekmambetov on a Universal adaptation of the Christian Gossett sci-fi graphic novel The Red Star, which has a script draft by Matthew Sand.
============================================================

Cowok kelahiran Glasgow, UK-1 Januari 1979 satu ini memulai karirnya dari film-film drama-melankoli-romantik seperti Becoming Jane, Atonement, Penelope, Starter to 10 dan The Last King of Scotland dan salah satu favorite gw adalah Rory Was here-Inside I'm Dancing; cerita soal pemuda lumpuh yang menyemangati pemuda lumpuh lainnya untuk bisa hidup mandiri.

Gw liat akting cowok ini pertama kali di tivi Hallmark, dia main di salah satu karya Shakespeare yang disetting dengan jaman sekarang (ShakespeaRe-told)-berjudul Macbeth. Aktingnya yang ok membuat gw suka dengan dirinya apa adanya--walo dengan muka yang terbilang gak ganteng, tapi James punya pesona tersendiri.ceilee..seperti halnya sensasi yang gw rasakan pada Russel Crowe dan Tom Hanks

Makanya pas melihat trailer Wanted, agak kaget juga melihat gaya aksi-nya yang berbeda dari film-film sebelumnya, tapi...ternyata dia cukup cocok memainkan peran itu. Terbukti baru saja release Wanted, udah ada rencana pembuatan Wanted selanjutnya. Mungkin yang harus diperbaiki di film selanjutnya soal aksen Scottish-nya yang masih cukup kental di kuping..;)

Tuesday, June 24, 2008

Monday, May 12, 2008

RDI 5.30 Smart Kuliner



Tanggal 9 Mei kemaren dapat undangan dari Reader Digest untuk mengikuti talk show bulanannya di salah satu restoran dengan bahasan Smart Kuliner. Wahh..semangat dong mo ikutan, mana pas lagi dengan program gw saat ini (ehem..biasa..kontrol makanan en diet golongan darah). Pas jam 5, gw dah nyampe di Plaza Sentral, restoran Kembang Goela dan ternyata sudah ebberapa orang duduk dengan tenangnya di meja-meja yang sudah disiapkan. Well, suasananya lebih cozy dan nyaman dibandingkan acara RDI sebelumnya di beberapa cafe di Jakarta. Sekitar jam 5.30an acara pun dimulai dan bahasan pertama tentang tempat makanan yang enak-enak di seputar Jakarta. Mas Adi "Kopi"--salah satu moderator Jalan Sutra--sharing tentang selera makannya dan tentu saja sekalian promosi buku Jalan Sutra yaitu Buku Kuliner tTmpo Doeloe & Kuliner Aneka Bebek. Wuehh.langsung semangat dong beli yang Kuliner Tempo Doeloe pulus minta tanda tangan para penulisnya yang kebetulan sebagian besar datang. Setelah kuliner dan membayang makanan yang sedap-enak-menggiurkan, mulai ke topik yang sangat ditunggu, yaitu soal kolestrol--yang dipresentasikan oleh dokter muda dari Pfizer. Mmm..gw pengen nanya tetapi gak dapat kesempatan saking banyaknya peserta yang bersemangat bertanya dan curhatd dengan sang dokter. Ada beberapa seputar fakta kolestrol yang amat menarik yaitu:
  1. Mitos: Cukup dengan menghindari daging, santan, jeroan, dan keju dalam makanan, maka kadar kolestrol pasti normal. Fakta: Belum tentu. Karena 80% dari kolesterol darah dihasilkan secara "endogen" (makanan hanya "menyumbang" 20%) . Bila metabolisme tubuh sudah memburuk, maka dibutuhkan obat untuk mengendalikan kadar kolestrol secara terus-menerus (jangka panjang). Selain itu dibutuhkan pula modifikasi gaya hidup melalui diet dan olahraga.
  2. Mitos: Orang gemuk memiliki kadar kolesterol leibih tinggi dibandingkan orang kurus. Fakta: Belum tentu, karena kadar kolesterol dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk apa yang anda makan, seberapa cepat tubuh anda memproduksi dan membuang kolesterol LDL yang jahat, tingkat kesehatan dan kebiasaan makan.
  3. Mitos: Pada orang dengan kadar kolesterol tinggi jika berolahraga, diet dan dalam keadaan fit, berarti kadar kolestreol pasti baik. Fakta: Selain olahraga dan diet ada hal yang lain mempengaruhi kadar kolesterol seperti berat badan, merokok, riwayat keluarga, umur, dan jenis kelamin. Agar kolesterol terkontrol, dibutuhkan pola hidup sehat (diet dan olahraga) serta kepatuhan minum obat.
Gw makin mantap untuk menerapkan pla diet golongan dara dan mulai untuk giat berolahraga, mengingat gw termasuk golongan yang beresiko terkena penyakit kolesterol dan jantung cadiovascular... Hiyaaaaa...semangat!!!!!!

Monday, April 21, 2008

Review: Michou d'Auber


Invitation untuk menonton Festival Sinema Prancis datang lagi....
Setelah menonton The Diving-bell & the Butterfly di Blitz atas undangan majalah Mu-phi, gw dapat lagi undangan atas majalah Reader's Digest untuk menonton film Michou d'Auber di PIM hari sabtu tanggal 19 April '08 kemaren

Kebetulan gw dan adek gw, Meli, dateng "kepagian"...alias jam setgh 11 (karena kita diwanti2x untk dateng jam 10..lahhh..pagi amat). Dengan gaya casual (binun ama dress code-nya,..wlo tetap menghormati permintaan panitia dengan memakai busana ala red, blue, white..heheh), kita menunggu sambil melihat-lihat, mungkin aja ada yang kenal..(eee ternyata gak ada yg kenal..heheh)

Sekitar jam 11 lewat, kita dipersilahkan masuk sambil membawa goody bag dari panitia..(mayann..dapat minuman..xixixi) dan seperti yang sudah gw duga, pasti RD membagi2xkan door prize sebelum pemutaran film dimulai. Kita sih semangat2x aja ikutan quiz karena isi pertanyaan berhubungan dengan RD bulan April. Hasil semangat ikutan quiz akhirnya diperoleh adek gw yang memenangkan salah satu pertanyaan...hehehe....(namanya juga quiz,..pasti semangat nunjuk dehh...)
Jam 11.30 tepat, film pun dimulai

Btw, gw gak sempat foto2x,...klo di-poto sih kyknya beberapa kali..tapi hasilnya mana ya?...Mmm..mungkin akan dimuat di RD ebrikutnya?...

Cut the crap...to the point ya...;)

Director: Thomas Gilou
Writers: Jean Cosmos, Thomas Gilou, Messaoud Hattaou
Cast: Gerard Depardieu (as Georges), Natalie Bale (as Gisele), Samy Seghir (as Messaoud/Michelle/Michou), Mmedy Keraouni (as Abdel)

Sinopsis:
Dengan setting tahun 60-an--saat Algeria sedang bergeliat untuk bebas dari jajahan Perancis, seorang ayah terpaksa memutuskan menitipkan kedua anak laki-lakinya ke rumah penitipan sementara (foster care) karena istrinya sakit dan dirinya yang tak mampu menjaga karena harus tugas penuh di pabrik. Messaoud dan Abdel, dua bersaudara keturunan Algeria-muslim ini dititipkan kepada 2 keluarga Perancis yang berbeda, Abdel di sebuah keluarga petani dan harus bekerja keras sedangkan Messaoud "diasuh" sementara oleh seorang perempuan bernama Gisele dan bersuamikan seorang bekas tentara yang pernah bertugas dibeberapa negara dan tidak menyukai bangsa Arab. Untuk menutupi identitas messaoud, Gisele mengganti nama Messaoud dengan Michelle (yang akhirnya dipanggil Michou) dan mewarnai rambut Messaoud menjadi pirang; untuk mencegah reaksi dan hal-hal yang tidak inginkan dari sang suami, Georges

My review:
Agak lega juga saat membaca teksnya karena hanya 1 bahasa..(hehe..asli deh, klo ada 2 teks bahasa di layar--mata ini akan selalu otomatis membaca kedua--njadi cepat lelah ;p)

Awal adegan dibuka dengan memperlihakan sosok bapak "arab" dengan 2 orang anaknya yang bergegas menuju panti asuhan. Kondisi yang terpaksa dan tidak memungkinkan membuat sang bapak harus rela menitipkan anak2xnya di keluarga lain untuk sementara waktu.

Sang adik yang manis akhirnya dititipkan kepada sebuah keluarga tanpa anak, yaitu pasangan Gisele dan Georges yang sangat tidak suka dengan orang arab, terutama dengan orang algeria.

Peran Gerard Depardieu (Georges) bisa dibilang amat kental dalam film ini, apalagi fokus hubungan antara Michou dengan Georges benar-benar ditonjolkan hampir di seluruh bagian film. Messaoud/Michou yang baru berumur 9 tahun benar-benar menampilkan sosok anak yang sopan, santun dan haus akan kasih sayang keluarga. Muka-nya yang manis langsung bikin kesemsem. Begitu juga Georges yang merasakan adanya "perbedaan" pada diri Michou apabila dibandingkan dengan anak-anak angkat yang pernah diasuhnya. Georges belom sadar akan status Michou yang merupakan anak turunan Arab Muslim-Algeria yang notabene amat dimusuhi di daerahnya saat itu.

Walopun Gisele amat rapi menyimpan identitas Michou (dari mengganti namanya, Messaoud El Matten menjadi Michelle d' Auber sampai men-cat rambut hitam Michou maenjadi pirang) akhirnya Gergeous mengetahui juga. Tetapi karena rasa sayang dan cinta yang sudah terlanjur (istilah memes terlanjur sayang) kepada Michou--Georges tidak menghiraukan latar belakang tersebut; bahkan membela Michou mati2xan saat teman2xnya "mengerjai" Michou dan tetap memberikan tempat dan perlindungan bagi Michou.

Adegan lucu sempat diselipkan ditengah2x drama yang terjadi, salah satunya seperti saat Georges memberikan tutor mendikte
ala militer kepada Michou (plus cara2x salute dan penghormatan kepada Jenderal deGaulle).
Score music-nya juga pas banget...sesuai dengan tiap-iap adegan yang disajikan

Gilou dengan indah memperlihatkan hubungan yang terjadi antara sang orang tua angkat yang memiliki masalah rumahtangga dengan sang anak angkat yang memiliki latar belakang yang berbeda mampu saling membangun rasa cinta dan kepercayaan, Gilou juga secara lugas memperlihatkan betapa sederhana hubungan yang terjalin tanpa melihat perbedaan ideologi, agama, dan kebangsaan; dapat membuat dunia menjadi lebih indah...

Friday, April 18, 2008

Review: The Diving-bell & The Butterfly


Gw memang berencana untuk menonton film ini karena melihat sinopsis ceritaya yang bagus, dan gw sangat beruntung karena mas Cipto ngundang gw lagi untuk ikutan nonton bareng Mu-phi di Blitz kemaren (Thx alott….) dan so pasti sesuai janji gw, bakal nulis review 2000 karakter…hahaha sanggup koq..asal tahan sama cerita gw yang ngalor ngidul

Karya : Julian Schnabel (2007)
Pemain : Mathieu Amalric, Emmanuelle Seigner, Anne Consigny,
Marina Hands, Emma de Caunes, Jean-Pierre Cassel.
Awards: 27 prix internationaux (dont Golden Globe du Meilleur Film Etranger et César du Meilleur Acteur), 27 nominations dont 4 aux Oscars
Filmography Julian Schnabel :
Basquiat (1996) Before Night Falls (2000) The Diving Bell and the Butterfly (2007)

Sinopsis Film:

Pada tanggal 8 Desember 1995, Jean-Dominique Bauby atau yang akrab dipanggil Jean-Do terserang stroke mendadak yang membuatnya koma. Padahal Jean-Do termasuk orang yang sangat sehat, berukuran tubuh sedang dan jarang sakit-membuat para dokter cukup bingung dengan keadaannya. Ketika ia sudah sadar, semua fungsi tubuhnya rusak, dari kepala hingga ujung kaki.Jean-Do terserang penyakit yang dikenal di dunia medis sebagai “locked-in syndrome”, ia tidak lagi dapat bergerak, berbicara, bahkan bernapas tanpa bantuan medis. Satu-satunya bagian yang masih berfungsi dari tubuh lumpuhnya hanyalah mata kirinya. Mata ini menjadi penghubungnya dengan dunia, dengan orang lain, dan dengan kehidupannya.

SPOILER ALERT!!!

My Review:

Awal film dibuka dengan lagu ”Beyond the sea” dalam versi bahasa perancis (ehmm..CMIIW, bener kan ya judule Beyond the sea?..gw ama temen gw, Silvi sempet berantem soal judul lagunya karena mnurutnya judulnya Sailing,..heheh) dan agak manyun juga melihat text-ya double yaitu bhs indo dan bhs inggris, karena otomatis mata gw akan membaca kedua bahasa tersebut ;p

Adegan dibuka “agak ajaib” yaitu pemandangan buram dan kadang tertutup—dan langsung kita sadari—itu merupakan sudut pandang si pasien—yang masih dalam keadaan setengah sadar dan linglung. Sempat agak lelah juga karena adegan ini cukup lama tapi ternyata sang sutradara pintar dengan memadukan antara pandangan mata si pasien alias Jean-Do dengan pandangan mata biasa.

Film “mengalir” dengan indah--memperlihatkan bagaimana keadaan Jean-Do dalam usahanya menerima kenyataan bahwa dia bukanlah lelaki normal lagi, yang sukses sebagai editor terkenal majalah Elle, yang memiliki 3 anak manis dan pacar yang cantik. Wlopun kondisi seperti “zombie” tetapi Jean-Do tetap mensyukuri dirinya masih bisa mengingat memori dan berimajinasi (entah itu imajinasi untuk sembuh, imajinasi tenggelam di lautan dengan menggunakan pakaian selam kuno—sampai imajinasi “liar” bercinta dengan sang pacar di tepi pantai) membuat kita sempat tertawa tetapi tetap dalam perasaan haru.

Adegan diakhiri dengan kilas balik saat Jean-Do masih sehat wal’afiat dan hendak bersenang2x dengan anaknya dan mendadak serangan stroke pun mulai menyerang

Oh..gosh..ini film Two thumbs up!!!..Gw sempat berkaca-kaca melihat penderitaan Jean-Do dan bagaimana dia dengan gigihnya membuat buku memoir (yg tentunya dipersembahkan untuk anak-anak tercinta) hanya dengan kedipan mata dan bantuaan translater.

Ada 3 bagian yang w inget dari film itu

- Locked-in Syndrome --- saat dokter memberitahu keadaan buruk Jean-Do

- A batalyon of cripples --- tempat rumah sakit Jean-Do dirawat yang penuh dengan orang-orang lumpuh

- My imagination my memories --- bagian berharga dari Jean-Do yang masih berfungsi sangat normal

So, in my opinion,..film ini 5 of 5..two thumbs up..(jadi kepengen nyari butleg-nya nih..hehehhe)

Ada momen lucu saat nonton bareng ini. Film berakhir menampilkan title score dan untuk beberapa menit-penonton masuh diam terpaku di kursi masing-masing. Mungkin masih terpana (seperti gw) karena memang masih menginginkan sesuatu muncul dari layar film...

Well,..tapi ya sudah selesai dan gw sangat—sangat berkesan dengan film ini..(secara personal, film ini ”menyindir” gw karena Jean-Do yang lumpuh masih mampu menghasilkan sebuah buku—sedangkan gw yang harus membuat motivation letter sebanyak 2 lembar membutuhkan waktu yang lama...;p)

Monday, April 7, 2008

Blogger day & Charger


Akhirnya,..jadi juga kita ke acara Blogger Day yang diadain sama British Council di tempat yang "ini masih Indonesia" alias di Ritz Carlton. Saat menuju RC, gw en adek gw jalan santai di trotoar kawasan SCBD yang penuh dengan bebungaan (Thanks God--gak terik..mayan bok, bawa2x notebook di pungung). Sambil jalan-menikmati pemandangan yang penuh dengan "hutan beton", si adek sempet2xnya komplein masalah trotoar dan gedung perkantoran yang "kurang bersahabat" dengan pejalan kaki. Gw cuma nyahutin aja, "ini untuk kawasan orang-orang bermobil, jeng..tapi mendingan lah--daripada di trotoar Sudirman yang lebih kecil.."
Setelah melewati lobby (yang dengan penjagaan ketat--seperti di airport...ckckck--makin lama orang makin paranoia ya..) gw dan adek langsung menuju lantai 4, tempat acara diselenggarakan. Sempat celinguk kesana kemari dan bertanya sana-sini, nyampai juga di venue sekitar jam 12 kurang.
Di dalam ballroom, acara celingak-celinguk berkelanjutan karena banyak banget meja regisrasi dan notebook berjejer untuk pendaftaran online. Untunglah panitia-nya (yang masih muda2x, bok) cepat tanggap melihat muka kebingungan kita dan memberi guide ke tempat meja registrasi Blogger day yang ada di sudut ruangan. Well, setelah mendaftar ulang--kita diberi info log in masuk ke network BC untuk acara live blogging dan makan siang jam 12.30. Sambil menunggu tempat makan yang masih terjaga dengan sempurna, gw en adek gw iseng2x daftar ke acara umum Bristis Council-nya--dengan registrasi langsung di notebook yang disediakan panitia..Eee mayan, gw bisa ngecek email juga..heheheh dasar--gak bisa liat notebook dengan free internet nganggur nih kayaknya ;p

Sekitar jam 12.30 an--gw dan ade gw langsung menuju ruang makan yang udah disiapn buat panitia & peserta blogger day...hiya lahhh..dah laper berattt,..
Saat menikmati dessert-nya yang mayan enak2x (setelah puas sama salad & main course), gw dan adek kenalan dengan salah satu blogger yang biasa dipanggil Ade--yang ternyata ee ternyata, anak Pekanbaru juga. Ohlala....dunia ini kecil, ya jeng.. Karena Ade ingin mendaftar ke acara regular BC, gw dan adek masuk duluan ke arena Blogger day dan duduk dengan manisnya...

Acara pertama, tentang Microsoft live writer & Popfly,..wah asik juga..wlopun gw gak bgitu konsen karena harus mencoba beberapa kali connect ke server setempat. Setelah itu berlanjut ke acara sharing dari para blogger2x top seperti mbak miun, raditya, pak Wicak-ndoro kakung & bang enda nasution. sahring-nya asik juga wlo gw sempat gondok karena laptop-nya lo-bet..Oh no...mana charger gak dibawa lagi...Hiyaaaa..pupus deh harapan ikut live competition-nya...
Karena udah gak bisa ikutan--sekitar jam 3.30-gw dan adek gw keluar dari arena blogger dan melihat pameran sekolah-sekolah Inggris yang ada sembari melihat-lihat peluang sekolah bagus..Who knows, bisa dapet Chevening award & terbang ke UK?..heheh Gw pasti langsung sujud syukur & syukuran 2 hari 2 malem deh tuh klo bener kejadian...Semangat, man..semangat buat beasiswa....
Gw hanya berharap--moga moga acara seperti ini sering diadain--selan menambah ilmu, tentu juga temen baru..dan pengalaman baru--SELALU BAWA CHARGER wlo baterei fully charged!!!

Sunday, April 6, 2008

Legging-on the way (to Bloger Day)

Gak berasa hari minggu nyampe juga--padahal ngarep libur dipertambah..Bukan tanda orang pemalas, cuma berasa lebih letih aja dari hari-hari kemaren..heheh Seperti yang udah direncanain, Minggu 6 April kemaren, gw en adek gw "iseng" mo ikutan Blogger day yang diadain British Council di Ritz Carlton, Jakarta. Selain itu, ya sambil melihat pameran pendidikan Inggris yang juga diadakan di tempat yang sama Nyaris gagal berangkat karena si adek males2xan--jam 10 lewat masih duduk santainya dengan koran ditangan--ngasih alesan males pergi. Wuahhh..gondok juga,..soale gw lagi pengen keluar rumah--pas ada acara yang mayan lah buat diikuti (udah dapat undangan plak--ada gratis makan siang pulak..apalagi coba?). Akhirnya dengan bujukan "paling gak makan enak di Ritz Carlton"--gw en adek berangkat jam 11 lewat. Gw sempat bingung--mo bawa Mac ato PC (yg punya si adek) ya..soalnya untuk wireless-yang PC udah ok, sedangkan Mac yang kepunyaan kantor--blom sempat gw utak-atik wireless connectionnya. Ya sudahlah akhirnya bawa yang PC aja--pede tanpa membaca chargernya.
Siang yang mayan terik gak menyusutkan semangat gw buat having fun di bloger day nanti, sedangkan si adek juga terliat mulai semangat--wlo dia bersikukuh gak mo ikutan live blogging, padahal hadiahnya mayan asik--Microsoft Window 2007 (yang pasti asli). Gregetan juga sih, soalnya dia kan lebih pinter nulis daripada gw..eheheh..tapi klo lagi gak mood emang susah dipaksa..

Sambil nunggu bis yang uamaaa sekai nyampe-nya, kita minum aqua sambil ngobrol ngalor ngidul..ee..akhirnya mata yang lagi "kirang ajar" melihat pemandangan kurang sedap. Ternyata si adek juga melihat hal yang sama,..jadilah kita cekakak-cekikik sambil pura-pura sok innocent gitu.
Pertama yang kita liat,....biasalah, ibu-ibu muda pake celana legging-celana senam super ketat. Wadouwww...jadi ajaib aja bentuknya. Gw gak abis pikir aja, koq ya gak risih ya, baju sependek itu, dengan cueknya pake celana legging yang tipis--yang klo duduk--langsung memperlihatkan rona kulit kaki paha-lutut-betis dan sekitarnya yang langsung bikin mata jadi kurang ajar (entah itu mata laki2x ato perempuan, pasti sama aja--menimbulkan berbagai komen).
Fenomena legging di siang hari ini gak hanya 1 orang loh--tapi 3 orang..
Ckckckck, blum 1-nya lagi ibu muda lagi hamil besar--yang sepertinya mo ke pesta kondangan..mmmm....cuma bisa cengar-cengir aja,..sedangkan gw sempat nyeplos,..wah..abis senam--lupa nyopot legging kali ya..eee..kayaknya ada yg denger--ikutan senyam-senyum juga....
Ok lah...emang sekarang lagi mode celana legging--tapi tetep ngeliat kapan dan pantes apa enggaknya dong...Heheh...yaaa, kita memang sebagai yang melihat cuma bisa cengengesan aja, apalagi gw akuin--gw juga suka pake legging--wlo dilapisi lagi dengan celana panjang...Kiamat kaleee klo gw pake legging doang keluar rumah ;p...
Yang kedua, di bis gw melihat cowok "melambai" pake legging merah tua...Oh no!!!!!!, gak deh..gak..langsung yang ada gw otomatis langsung senyum-nahan geli ketawa...ealahhh..tu orang malah senyum balik ke gw....Oalah..aksi gw salah kayaknya nih....Jadinya gw mo cerita ke adek--malah tertahan sambil memalingkan muka dan nyari topik pembicaraan yang lain. Bukan apa-apa, pose duduk gw sama si adek waktu di bis, amat-amat terpaksa, duduk dengan manisnya di bangku cadangan di samping sopir--menatap ke seluruh penumpang satu bis. Mo gak mo jadi bisa merhatiin orang satu bis duongggg...
Welehhh...sungguh perjalanan yang jadi penuh senyum dan ketawa-ketawa jadinya.
Emang kadang gara-gara melihat sesuatu-mulut jadi suka kurang ajar ya,...tapi gw dan adek masih berusaha untuk menahan diri untuk gak sampai berlarut2x "membicarakan" keanehan orang lain di mata kita. Toh, bisa jadi orang lain juga meanggap kita aneh kan?..hehehe...
Wlo bagaimanapun juga--kayaknya sampai akhir tahun ini, fenomena legging-on the way masih bakal marak dimana-mana..Hidup Legging!!!

Wednesday, April 2, 2008

Ngobrol ringan film G30S/PKI

Menyambut hari film nasional yang jatuh pada tanggal 30 maret 2008, salah satu milis yang gw ikuti (cinemagsforum@yahoogroups.com-yang gak ada hubungannya dengan majalah cinemags ;p), iseng-iseng membuat polling film nasional yang menjadi favorit ataupun yang meninggalkan kesan tersendiri. Polling yang dibuat bersifat terbuka (open questions) sehingga anggota bebas menjawab sesuai dengan pertanyaan yang dberikan.

Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan antara lain:

(1) Sebutkan 10 film Indonesia yang paling favorit buat anda, paling berkesan, paling menghibur .. pokoknya paling oke menurut selera anda. Kurang atau lebih dari 10 boleh2 aja:)
(2) Siapa aktor, aktris dan sutradara film Indonesia favorit anda?
(3) Siapa aktris dan aktor watak yang paling berbakat saat ini? (alias aktingnya paling meyakinkan dan punya karakter tersendiri)
(4) Di luar drama, horror dan romantis, genre apa yg anda tunggu2 dari film Indonesia?
(5) Kalo anda jadi produser, apakah ada angan2 film yg ingin anda buat? (ceritanya) tentang apa? - ini pertanyaan optional, boleh pass alias boleh ga dijawab.. hehe.
(6) Apakah ada film Indonesia yg anda inginkan untuk dibuat sequelnya?
(7) Ba
gaimana perkembangan film Indonesia saat ini menurut anda? Cukup progresif alias maju pesat? Diam di tempat dg genre monoton? Atau gimana? Apakah harapan anda thd film Indonesia? Silakan kirim komentar dan kritiknya.

Dari beberapa jawaban yang masuk dari anggota milis--ada beberapa jawaban dari pertanyaan nomor 1 yang menarik perhatian yaitu film Pengkhianatan G30S/PKI. Ternyata film ini masuk ke dalam salah satu film yang paling berpengaruh pada masa Orba (ya iyalah..saat sekarang udah gak pernah lagi diputer--sejak lengsernya sang Jendral)
Tanpa membahas entah itu film propaganda, film "cuci otak atau film dengan maksud-maksud terselubung--para anggota membahas betapa efek film itu masih "membekas" hingga sekarang.


=======================================================
Ini beberapa komen atas film itu (termasuk gw tentunya)

Angga: "
Penghianatan G30 S/PKI (terlepas dari kontroversialnya film ini, buat gw ini film horror terbaik indonesia sampai saat ini. Kalo abis nonton nih film, pocong/kuntilanak/babi ngepet kaga ada apa-apanya!)"

Novi(gw):
"betul banget...wlo berasa "cuci otak" dengan film ini--tetapi musiknya masik tergiang2x di telinga,..apalagi pas tarian genjer-genjer..hiyyyyyyyyy"

Angga: "Apalagi pas adegan waktu Jendral Panjaitan lagi berdoa di depan pager rumahnya terus ditembak sama tentara dan disaksikan sama beberapa anaknya, salah satu anak perempuannya langsung nangis sampe ngejerit sambil lari ke depan pager bekas darah papanya terus ngusap2 mukanya pake darahnya itu sambil teriak “papaaaaa…. Papaaaaaa….”…..Nih adegan memorable banget buat gw dan terus terngiang-ngiang sampe nggak bisa tidur… :D"

Eric:
"Sekarang kalo dipikir2 film ini sebetulnya kurang pantas buat anak2 ya? .. hehe ... karena memang adegannya cukup mengerikan alias not appropriate buat anak2 .... dan ini terbukti juga banyak temen2 gue yg memasukkan film ini sebagai film horor yg paling memorable dan mengerikan sepanjang masa ... hehe .. jadi bisa disimpulkan: berhati2lah kalo ngajak anak kecil nonton film ... kalo filmnya nggak pas bisa jadi trauma seumur hidup .... :)
Klo gue yg paling keinget itu pas salah satu jendral (lupa gue jendral siapa) yang bilang "ini malam apa ya?" (gitu deh klo ga salah) ... trus saat ada burung yg berseliweran di ruangan rumah salah satu jendral .. kesannya tuh menakutkan gelap menyengat menyesakkan campur jadi satu deh pokoknya ... plus lagu pengiring saat para jendral diarak ke lubang buaya .. scorenya horor banget .. :)"

Reza:
"Penghianatan G30 S/PKI--Udah pada tau quote-nya...pokoknya ngeri aja"

Angga: "Justru point-nya disitu ric, ketika itu kan film ini memang dibuat sebagai alat propaganda dan cuci otak supaya anak2 dan orang Indonesia kebanyakan untuk membenci salah satu partai dan orde tertentu saat itu. Dan hasilnya sangat – sangat efektif. Inilah mesin pencuci otak tersukses yang pernah dimiliki bangsa ini
Supaya nyambung sama polling, kayanya seru juga kalo ada sineas Indonesia yang cukup nekat untuk buat kontra dari film penghianatan G 30S/PKI. Jadi ceritanya masih dengan setting yang sama hanya saja diceritakan dari sudut pandang simpatisan partai tersebut yang katanya (ini yang gw baca dari berbagai sumber lo ya…) penyiksaan secara sadis terhadap para jendral itu sebenernya nggak ada. I think it would be controversial Indonesian movie of the year…hehehehe"

Epse Ringgo:
"ya... gw setuju kalo Film G 30 S PKI cendrung bergenre film horor, bukan bergenre sejarah. Kalo ditonton sekarang masih kerasa seremnya (banget). ada Kalimat yang inget sampai sekarang :
DARAH ITU MERAH JENDRAL..."

Eric:
"Yoi, ini film propaganda .... tapi kok waktu kecil gue malah ga kepikiran soal partai komunisnya sama sekali ... yg ada cuma rasa kasihan thd para jendralnya, yg keinget cuma kapten Tendean, plus letjan Ahmad Yani yg kalo ga salah beliau masih sempat pake pakean dinas rapi dan akhirnya di-dor di tempat (cmiiw, udah agak lupa sih:), pak Harto-nya malah kliatan kurang tanggap dan lemah gitu kesanya ... itu kesan gue waktu kecil ... hehe ... soal mereka sebenarnya dihabisi pki ato dihabisi "pki palsu" ato "dibiarkan" dihabisi pki, nah itu menarik ditunggu film political thrillernya ... hehe ... semoga nanti ada yg berani membuat .. coz "the general" has passed away few months ago "

Arif: "Perlu dibuat lanjutannya? Atau...prequel..Ceritanya si Aidit ;p"

================================================================
So,...what do you think?... Ada yang terkesan dengan filmnya? Merasa jadi "korban propaganda?" Sama duong...hehehhe

The happiest people combine work, leisure and extra income


The happiest people combine work, leisure and extra income

Baby-boomers asked to define R&R are more likely to say "rock 'n' roll" than "rest and relaxation." That's a good thing, given that the old-fashioned definition of retirement as 25 years of leisure is built on two misconceptions, says gerontologist and author Ken Dychtwald.

The first, says Dychtwald, is the notion that "if you remove work from the lives of productive, intelligent and active individuals, they will still be happy." On the contrary, says Dychtwald, "for many, retirement becomes a time of boredom and isolation."

The second misconception is one of entitlement: the expectation that the working population will be able to subsidize 78 million baby-boomers, the first wave of whom turn 62 this year.

More from Kiplinger's Personal Finance:

Five Steps to Your Next Career

Retire a Millionaire

Entrepreneur's Guide to Success

The truth is, both paid and volunteer work will be available to enterprising baby-boomers. And work not only helps pay the bills, it also feeds the soul. In fact, 75% of boomers say they want to keep working (but not full-time), and more than half want to start a new career, says Dychtwald, author of Age Power: How the 21st Century Will Be Ruled by the New Old (Tarcher/Putnam, $14.95).

As the first boomers turn 62, they are redefining what it means to grow old. Although the most senior among them can start collecting Social Security benefits now, many of them won't. Instead, they'll stay on the job so they can bolster their retirement savings and hang on to employer-sponsored health benefits until they qualify for Medicare at 65. Others, who are more financially prepared, may take the opportunity to pursue a new career or volunteer -- and find a life that's more enticing than living in a gated golf community. And some will look for part-time or seasonal work just to stay busy or to make ends meet.

So how do you prepare for a successful and exciting semi-retirement, an encore career or even a series of careers? The trick, says Dychtwald, is having "a vision and dream for the life you want to live, and the capacity to fund it."

David Corbett, founder of New Directions, a Boston firm that helps middle-aged executives and professionals figure out their next step, agrees. "Many of our clients want a 'portfolio' of several activities to bring balance to their lives," such as working part-time, volunteering, taking classes and spending more time with their families, says Corbett. "Our most successful clients are the ones who start planning their transition three to five years in advance."

Dianne Belk and Larry Calder would say "amen" to that. When they decided to retire in the 1990s, they came up with their own version of the so-called bucket list: 4,000 things to take into consideration before they sold their companies and exited the working world. It took them five years to extricate themselves from their jobs, possessions and ingrained work habits.

For others, the transition is easier. In 2006, Joe Roland, formerly an editor with the Buffalo News, in New York, took a buyout that let him retire five years early and collect his full pension at age 60. The buyout was fortuitous, but Roland already had a plan for an encore career. A flight instructor part-time for six years before he retired, he had thought about doing the job full-time.

The self-described newspaper junkie now enjoys the best of both worlds. He fills in at the paper on nights and weekends and spends his days giving flying lessons. Between his pension and two part-time jobs, Roland figures he made more money last year than he did working full-time. And so far, he hasn't touched his savings.

Roland likes the structure of his two part-time jobs because they leave time for occasional Colorado ski trips and Las Vegas golf outings, yet provide the newsroom rush he craves. "If someone didn't say, 'We need you Tuesday night,' I'd go out of my mind," Roland admits. That kind of schedule doesn't suit everyone; some of Roland's retired friends are perfectly content doing nothing.

One key to making Roland's new life work is access to health insurance. He's covered through his wife, Monica, who continues to work as a schoolteacher. "If it weren't for that, I'd still be working full-time," says Roland.

For many workers, access to employer-provided health insurance is one important factor in deciding when to retire. In 1997, 22% of private-sector companies offered health-care benefits to early retirees who were too young for Medicare, according to the Employee Benefit Research Institute. By 2005, the number had slipped to just 13%, and the downward trend continues.

A Lesson From Gen Y

There are many reasons why working until 65 and clocking out is no longer the definitive retirement model. But the main reason is that many retirees need to work, and the economy demands it, too.

Longevity should be viewed as a gift, says Marc Freedman, founder of Civic Ventures, a think tank that helps "older adults with a passion for service." The U.S. will need experienced seniors as it grapples with social needs and faces labor shortages in such critical areas as education and health care, says Freedman.

And boomers need to rethink why they're saving for retirement. "People often think it's impossible to save for a retirement that could last 30 years beyond their last paycheck," says Freedman. "But it's liberating if you're not saving for the freedom from work. Instead, you're saving for the freedom to work at something close to your heart." Having both savings and income from a job that's fulfilling, even if it's less lucrative than your previous career, will enable you to continue to live the life you want, Freedman says.

Instead of being hemmed in by the comfort zone of job hierarchy, boomers are also starting to think more like the twentysomething members of Generation Y. That's a good thing, says Stan Smith, Deloitte Consulting's national director for next-generation initiatives. Gen Y workers tend to look for freedom to do their work, flexible schedules and, of course, good pay.

Boomers should think about dialing down the pace while they're still working, says Smith. That means taking time off -- perhaps using a leave of absence or sabbatical -- to reflect on the next stage of their lives. That way, says Smith, you avoid waking up one morning and saying, Whoops, it's time for me to go.

A transition serves a practical purpose as well. Given the large number of boomers who will be competing for positions, having a plan in place is a smart move. In 2016, the U.S. will have 47% more workers who are 55 and older than in 2006, according to the Bureau of Labor Statistics. That's more than five times the projected growth rate for the overall workforce.

Build on Your Skills

Your plan may be based on skills learned from a previous career but focused in a more satisfying way. Gary Maxworthy of Mill Valley, Cal., is one of Freedman's favorite examples of someone who drew on experience to make a difference in his community, and whose modest salary helps make his retirement years more comfortable.

After his wife died of breast cancer in 1993, Maxworthy, then 56, joined Volunteers in Service to America (Vista), an organization that combats poverty in the U.S. The former food-industry executive earned a stipend of $7,000 working for the San Francisco Food Bank. When his year with Vista was up, he stayed on with the food bank and created Farm to Family, a network that now distributes fresh produce to food banks throughout California. This year, the organization expects to distribute 60 million pounds of fruits and vegetables to 40 food banks throughout the state.

Maxworthy, now 70, works about three days a week, earning $36,000 a year (plus health benefits paid for by the San Francisco Food Bank, which supports his work with Farm to Family). He lives well, thanks to a combination of his salary, Social Security and monthly mortgage payments he receives from his eldest daughter, who bought her childhood home from him.

Maxworthy still has plenty of time to travel with his second wife, Radha Stern, whom he married in a ceremony at the San Francisco Food Bank in 2000. "It's worked out well for me," he says. "I was able to connect with a nonprofit organization that had a vision and a mission that I supported. I knew where I could help, and they let me do what I wanted."

Take a New Direction

For many boomers, midlife is a time to explore completely new options. Donna Morris and Bill Sweat spent more than 20 years -- most of their married life -- working in the financial-services industry, she in marketing and he in operations. About ten years ago, the couple started thinking about what kind of business they could run together when they left the corporate world. "We wanted to do something with a product that you could touch, hold and feel, and wine was something we were both passionate about," says Morris, 48.

So in September 2005, the couple took a "vocation vacation," working for three days at Stone Wolf Vineyards, in the Eola Hills region of Oregon. For a fee, usually ranging from $500 to $1,300 per person, VocationVacations will let you test-drive your dream job. The company provides a mentor and hands-on experience in professions ranging from alpaca rancher to baseball announcer, and from caterer to jewelry designer.

The experience can be sobering. Aside from "working our butts off in the wine cellar and on the bottling line," Morris says, they spent valuable time with the vineyard's owner, Linda Lindsay, who tore apart their business plan and tried to dispel their romantic notions about the business, which in reality boils down to farming and manufacturing.

Sweat says the time and money -- about $1,000 each -- was well spent. Lindsay introduced them to key people in the Oregon wine industry, who helped them find the vineyard manager and winemaker they later hired when they bought their own vineyard the following year. They plan to open a public tasting room at their Winderlea Wine Co. in May, when they begin selling their inaugural pinot noirs.

For now, the couple are living on their savings. "We knew we'd have to support ourselves for at least four years, including covering our mortgage and health insurance, until we got our business up and running," says Sweat. (And, yes, he's heard more than his share of "sweat equity" jokes.) They planned for this day for nearly a decade, stashing their bonuses and company stock in their dream-job fund while they searched for the perfect opportunity.

Morris's advice to would-be career changers: Do your research, experience the job you think you'd like to do, and have a solid financial plan.

Do a Dry Run

Financial insecurity is the number-one reason people don't pursue their dream jobs, says VocationVacations founder Brian Kurth. But sometimes the most valuable service he can provide his clients is the realization that their dream job isn't so attractive after all. One of the most popular vocation vacations is spending time as the proprietor of a bed-and-breakfast. "You never saw Bob Newhart scrub toilets and change beds," Kurth says, referring to the comedian's 1980s sitcom set in a Vermont inn.

But you will find Bob Tubbs serving breakfast at a B&B. Tubbs and his wife, Grace, fell into running a bed-and-breakfast in 2003, the year after Xerox dissolved Bob's department in Rochester, N.Y., and offered Grace a buyout, which she accepted. Their story speaks to the importance of pursuing other interests even while working at your current gig.

The two owned rental properties around Rochester and had bought the Cedars B&B, in Williamsburg, Va., as another investment. But even before their corporate careers came to an abrupt end, "it was clear that Xerox wasn't a passion for either of us," says Bob, 54. "The Cedars ended up being a new passion and a new life."

They were able to apply their management and marketing expertise to the property by starting a first-rate Web site (www.cedarsofwilliamsburg.com), installing wireless Internet access and building gazebos on the picture-perfect property. Their inn, which has a staff of seven, entertains 4,500 guests a year and turns a profit.

Bob and Grace, 55, have already begun thinking about their next act. One idea is to franchise their B&B model for would-be owners who don't have a business background.

Bob knows people who remain in their corporate jobs only because they are waiting to qualify for their full pension. "They're lacking in passion and enthusiasm, and they've decided to retire at their desk for four years until they're fully vested." His advice: "Don't let that happen to you."

Cultivate Your Network

Let's face it: Sometimes it's not a deliberate choice but a corporate squeeze that forces workers into a new career. Despite an unemployment rate that's low overall, at the end of 2007 more than one million people (many of them college-educated and in white-collar professions) had been out of a job for more than six months. When you are 50 or older, getting another job can sometimes be a challenge. And in many cases, your new job may pay less than your old one.

Yes, age discrimination exists, says Scott Kane, founder of Gray Hair Management, in Deerfield, Ill. But it's probably not as prevalent as older job hunters suspect. "If employers have a problem and you are the solution, what do they care how old you are?" says Kane.

Kane is a career changer himself. After 27 years producing television commercials, he now teaches older professionals who earn salaries of $75,000 to $300,000 how to market themselves. For a one-time fee of $95, you can receive job leads via e-mail. Or for about $7,000, you can sign up for a lifetime career-coaching service that includes resume writing and networking opportunities. The price tag may seem steep, but Kane notes that it is less than one month's salary for an out-of-work executive accustomed to earning $100,000 or more a year.

Kane says a typical Gray Hair Management client is a professional who has always had a job and has been out of work longer than he or she expected. "Whatever he or she is doing is not working," Kane says. "A resume can't get you a job. It can only get you an interview." And 80% of jobs -- even second ones -- come from networking.

Gerontologist Dychtwald, who's 57, says boomers may have to work all the angles to find the right job, but they're uniquely adapted to deal with change. "We're the most educated generation in the history of the world. Twenty percent of us have changed religions, and 50% have changed spouses. We have a huge appetite for change and reinvention."

Copyrighted, Kiplinger Washington Editors, Inc.

Tuesday, April 1, 2008

10 ways to manage stress


10 ways to manage stress
1. Eliminate as many sources of stress as you can. For example, if crowds bother you, go to the supermarket when you know the lines won't be too long. Try renting videotapes rather than going to crowded movie theaters. Clear up the clutter in your life by giving away or throwing away the things that get in your way. A garage sale is one effective way to do this.
2. If you are always running late, sit down with a pencil and paper and see
how you are actually allotting your time. Say it takes you 40 minutes to get to work. Are you leaving your house on time? You may be able to solve your problem (and de-stress your life a bit) just by being realistic. If you can't find the time for all the activities that are important to you, maybe you are trying to do too much. Again, make a list of what you do during the day and how much each activity takes. Then cut back.
3. Avoid predictably stressful situations. If a certain sport or game makes
you tense (whether it's tennis or bridge), decline the invitation to play. After all, the point of these activities is to have a good time. If you know you won't, there's no reason to play.
4. If you can't remove the stress, remove yourself. Slip away once in a
while for some private time. These quiet moments may give you a fresh perspective on your problems. Avoid stressful people. For example, if you don't get along with your father-in-law but you don't want to make an issue of it, invite other in-laws at the same time you invite him. Having other people around will absorb some of the pressure you would normally feel.
5. Competing with others, whether in accomplishments, appearance, or
possessions, is an avoidable source of stress. You might know people who do all they can to provoke envy in others. While it may seem easy to say you should be satisfied with what you have, it's the truth. Stress from this kind of jealousy is self-inflicted.
6. Laborsaving devices, such as cellular phones or computer hookups, often
encourage us to cram too many activities into each day. Before you buy new equipment, be sure that it will really improve your life. Be aware that taking care of equipment and getting it repaired can be stressful.
7. Try doing only one thing at a time. For example, when you're riding your
exercise bike, you don't have to listen to the radio or watch television.
8. Remember, sometimes it's okay to do nothing.
9. If you suffer from insomnia, headaches, recurring colds, or stomach
upsets, consider whether stress is part of the problem. Being chronically angry, frustrated, or apprehensive can deplete your physical resources.
10. If you feel stress (or anything else) is getting the better of you, seek
professional help -- a doctor or therapist. Early signs of excess stress are loss of a sense of well-being and reluctance to get up in the morning to face another day.